Thursday 5 February 2015

Peci Hitam, Ciri khas Indonesia



Menjadi seorang yang sangat bersahaja dalam mengenakan pakaian, sudah tak asing lagi bagi seorang Bapak Proklamator Ir. Soekarno. Seakan apapun yang beliau kenakan akan terasa pas dibadan. Salah satu ciri yang sering beliau kenakan saat kemana-mana ialah Peci Hitam, dibeberapa daerah bisa disebut Kopiah atau Songkok. Beliau sering mengenakannya dalam setiap acara yang beliau datangi baik acara kenegaraan ataupun kunjungan internasional. Lalu perlahan keberadaannya kian meluas dan menjadi trade mark di kalangan anak bangsa baik didalam maupun diluar negri.


Peci merupakan sebuatan yang biasa dipakai di Inonesia. Dari asal bahasanya sendiri, Peci berasal dari bahasa Belanda "pet" yang artinya topi dan "je" memiliki arti kecil. Diperkirakan Peci ini dibawa oleh para pedagang Arab ke semenanjung Malaysia sekitar abad ke-13. Tak heran kemudian penggunaan peci ini kemudian membudaya di Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapore, serta beberapa wilayah di Filipina dan Thailand.

Penggunaan peci yang sudah meluas di Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi citra bangsa. Peci menjadi pakaian resmi yang dipeloporkan oleh Presiden Pertama dalam setiap kegiatan resminya. Tahun 1921 disebuah rapat Jong Java di Surabaya, Bung Karno mencetuskan ide tentang penggunaan Peci sebagai simbol kepribadian bangsa Indonesia. Karena kepopuleran Seokarno pula sehingga keberadaan Peci di indonesia semakin memasyarakat.

Tidak terlepas dari kebuadayaan daerah lainnya, Peci seharusnya bisa menjadi warisan kebanggaan bangsa layaknya keberadaan pakaian Batik yang sudah mendunia. Peci tiak hanya sebagai penutup kepala dalam peribadatan umat muslim, tetapi lebih kepada sebagai identitas bangsa. Tanpa memandang suku, ras dan agama, keberadaan Peci sudah seharusnya menjadi budaya yang sudah menjati diri. 

Dikutip dari berbagai sumber didapatkan data bahwa, jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1913 digelar rapat Partai Politik SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di den Haag yang mengundang 3 politisi Hindia-Belanda (yang pada saat itu memang sedang diasingkan ke Negeri Belanda), yaitu Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Menurut Dr. Van der Meulen yaitu Direktur Departemen Pendidikan dan Ibadah pemerintahan Gubernur Jenderal Van Mook tahun 1946, masing-masing perwakilan menunjukkan identitas yang berlainan.

Ki Hajar Dewantara menggunakan topi fez Turki berwarna merah yang memang pada waktu itu pemakaian topi ini begitu populer di kalangan nasionalis setelah timbulnya gerakan Turki Muda tahun 1908 yang menuntut reformasi kepada Sultan Turki. Sedangkan Cipto Mangunkusumo mengenakan kopiah dari beludru hitam dalam rapat tersebut yang pada akhirnya nanti pemakaian peci hitam sebagai jati diri kaum nasionalis Indonesia yang belakangan dipopulerkan oleh Bung Karno pada akhir tahun 1920-an. Sedangkan Douwes Dekker tidak memakai penutup kepala.

Jadi, kalau dahaulu warga Indonesia dikenali di  luar negeri dengan ciri khas pecinya, kenapa sekarang tidak? Tidak perlu takut akan di claim oleh negara tetangga. Peci adalah salah satu simbol yang juga menjadikan Indonesia terkenal di dunia dalam sejarah panjang negeri ini. Semga dengan warisan budaya berupa peci dan orang yang memakainya memaknai bahwa dia benar-benar orang indonesia yang punya harkat dan martabat tinggi di mata bangsa lain dan terutama di mata bangsa sendiri. 

Sekian dulu ya sobat, semoga bisa bermanfaat dunia akhirat.

Amin……
abk

         


0 comments:

Post a Comment

 

Contact our Support

Email us: ababilbintang123@gmail.com