Unsur Intrinsik Novel Belenggu
Karya Armijn Pane
Tema
: Percintaan, kritik sosial dan politik
Alur
: Alur campuran (alur maju dan mundur)
§ Malam sedap, enak makan angin naik mobil. Kalau ada orang sakit nanti?
Istrinya tiada di rumah. (hal.25)
§
Waktu masih menuntut pelajaran di
sekolah Geneeskundige Hooge School di Betawi, tiada sedikit kawan-kawan dokter
Sukartono yang memastikan, dia tiada akan sampai ke ujian penghabisan. (hal.
23)
Setting
:
1.
Tempat
:
§
Di rumah Sukartono
Seperti
biasa, setibanya di rumah lagi, dokter
Sukartono terus saja menghampiri meja kecil, di ruang tengah, di bawah tempat
telepon. (hal. 15)
§
Di pantai
“Kita sudah
sampai di pantai,”katanya. (hal. 31)
§
Bandung
§
Di kamar
Nyonya Eni
menuju kamarnya… (hal. 27)
§
Tanjung Priok
Lihatlah
perempuan di Koja Tanjung Priok, ketika kita
lalu dari sana, lupa sudah akan dirinya. (hal. 51)
§
Dihalaman rumah piatu “Tolong Bangsa”
Dihalaman
rumah piatu “Tolong Bangsa” terang benderang oleh
lampion beraneka warna,… (hal. 82)
§
Di hotel
Dokter
Sukartono diam saja sejurus memandang ke arah hotel itu, dia
merasa heran sedikit. (hal. 20)
§
Di Bazaar
Sudah pukul
delapan malam. Bazaar sudah dibuka tadi pukul
tujuh oleh nyonya Sumarjo dengan pidato yang ringkas dan tepat. (hal. 81)
§
Di gedung Concours
Sesampainya didalam gedung, concours sudah
hendak mulai. Baik diluar, maupun didalam penuh sesak dengan penonton. (hal.
116)
§
Di Pasar Gambir
“… pasar Gambir telah dibuka, banyak orang berhias
menonton, sama-sama menuju keramaian yang diadakan tiap-tiap tahun itu.” (hal.112)
1.
Waktu
:
§
Pagi Hari
Yah sudah
hampir padanya, sambil menundukkan kepala mengatakan selamat pagidalam bahasa Belanda. (hal. 130)
§
Malam hari
“…di
mana-mana saja terasa kosong, sofa tempat berbaring malam itu,…”
1.
Suasana
:
§
Bahagia
Hatinya
senang, kemudian didalam mobil dengan gembira dia mengisap serutunya, sambil di
sudut tempat duduk. (hal.19)
§
Romantis
Dipeluk oleh
Sukartono tubuh Yah, katanya: “Tetapi sejak ini, angan ada orang lain lagi.” (hal.38)
§
Sedih
Sesuaikah
pikirannya dengan Aminah dan lain-lainnya? Ah,peduli apa. Bukan sudah….. tidak,
tidak, melawan dalam pikirannya, kami belum berpisah…… kalimat itu
berulang-ulang dalam pikirannya, air matanya titik, membasahi bantal……. Lama
kelamaan dia tertidur. (hal.89)
§
Marah
Di dalam
hati Tini mendidih. (hal.85)
Tokoh dan perwatakan :
1.
Tokoh
utama
:
1. Dokter Sukartono (Tono)
Watak :
§
Penyabar
“Mengapa
tidak….” mulai terbit marah Sukartono, tetapi dapat juga ditahannya,… (hal.18)
§
Baik
… dia disegani lagi disukai orang.
Kata orang :
“Dia tiada mata diutan, kalau dia tahu si sakit kurang sanggup membayar, dia
lupa mengirim rekening.” (hal.24)
§
Egois
(Tono
beranggapan bahwa) Apa lagi hak perempuan, lain dari memberi hati pada
laki-laki? (hal.17)
§
Penyayang
Dibelai-belai Sukartono kepala Yah…
2. Sumartini (Tini)
Watak :
§
Wanita modern
§
Pemarah
…,sebab Tini marah-marah saja, karena kesalahan yang
kecil-kecil sekalipun, bahkan kerap kali tiada salahnya sama sekali.
§
Garang
Sangkamu engkau yang menang, Tini si
Garang itu engkau tundukan.
3. Nyonya Eni/Siti Rohayah (Yah)
Watak :
§
Penyayang dan perhatian
“Dokter, tiadakah panas hari ini?
Bolehkah saya tanggalkna baju tuan dokter?” Dia tiada menunggu jawaban tuan
dokter Sikartono, dengan segera ditanggalkannya. Sesudah disangkutkannya baju
itu dia kembali, lalu berlutut dihadapan Sukartono, terus ditanggalkannya
sepatunya, dipasangkannya sandal yang diambilnya dari bawah kerosi Sukartono.
(hal. 33)
1.
Tokoh
pendukung : Abdul, Aminah, Darusman ,
Hartono, Husin, Karno, Kartini,
Mangunsucipto, Mardani,
Marlinah, Nyonya Rusdio, Nyonya Sumarjo,
Nyonya Padma, Tuan Abdul Kahar,
Tuan Sumardi.
Bahasa
:
Majas-majas pada Novel Belenggu Karya
Armijn Pane
1.
Hiperbola
§ Menyala-nyala dalam hatinya, hendak terhambur kata marah dari mulutnya…(hal.19)
§
Yah, hendak memandang dalam matanya,
yang beriak-riak.
§
Tiba-tiba Yah berdiri, kedua belah
tangannya berjalin pada dadanya…
§ “Didalam kamar sudah tiada tahan lagi, serasa sempit, meskipun kamarnya itu
masuk kamar yang terbesar dalam hotel itu.”(hal.26)
§ “Air mata yang membendung hatiku telah mengalir…… tidakah engkau ingat
Rohayah?”(hal.48)
§ “Tertimbun oleh ingatan akan gadis-gadis yang ribuan banyaknya.”(hal.48)
§ “Kedua belah tangannya memegang stir mobilnya dengan keras, badannya
membungkuk, mobil melancar, kerusuhan jiwanya seolah-olah mengalir ke roda
mobil, memutar roda biar cepat secepatnya.”(hal.73)
§ …seolah-olah hendak mengipaskan pikiran ke zaman dahulu lalu katanya lagu
suara yang biasa…(hal.36)
§ Hendak menangis air mata tiada hendak bercucuran. (hal.64)
§ “Kalau dicobanya menduga lebih dalam, jalan pikirannya tertumbuk,
seperti cintanya tertumbuk batu karang, pada besi…… pada lapisan es yang
terlingkup pada hati jiwa Tini.”(hal.66)
1.
Metafora
§ Perempuan tambu, tegap sikapnya, di kepalanya seolah-olah kembang melati
putih…(hal.16)
§
Sukartono bediri, lalu menghampiri
pasiennya, yang masih duduk berpangku tangan, seolah-olah batang kayu yang
sudah meranggas.
§
…sambil memanah hatinya sendiri.
§
Ingatannya melayang lagi ke rumah yang
baru dikunjungi.
§ “Tono, engkau bimbang. Zaman dahulu hendak kau ketahui juga. Tono, tidak
semua zaman dahulu merusuhkan hati, tidak semua tiada baik diingat, tapi ada
jua yang seolah-olah bintang pagi bersinar-sinar dalam hati.”(hal.47)
§ “…. Karena teringat akan zaman dahulu teringat akan kasih sayang lama,
ibarat tertampung oleh tangan ingatan zaman dahulu itu.”(hal.51)
§ “Persahabatan kita tiada sempat berputik, menjadi bunga,
berkembangkankasih sayang.”(hal.51)
§ Kartono melihat sikap Tini menggerendeng pula, seolah-olah harimau
tertangkap, maka hatinya makin tenang.(hal.59)
§ Bukan, aku tiada berubah, engkau yang tiada pernah mengenal aku.”Memang
Tini susah diduga. Licin sebagai belut.”(hal.60)
§ Terdengar kepada Tono lagu pembuka, bagai air meriak, membuka
simpulan dalam pikirannya, tiba-tiba terdengar suara.(hal.75)
1.
Personifikasi
§
Waktu dia mengenakan bajunya, hatinya
terkejut mendengar pintu kamar tidur menderam tertutup.
§ Matanya tetap melihat pada satu mata saja, karena perhatiannya
seolah-olah meraba-raba dalam pikirannya. (hal.18)
§ Tiada tampak oleh Sukartono cahaya tanda girang yang mengerlip dalam
mata perempuan itu. (hal.20)
§
“Eh sebagai barang simpanan, berbedak
dan berpakaian bersih-bersih, sekali setahun dijemur di luar…”
§
…, bagai sinar matahai bermain-main di
daun pohon yang rindang.
§ Selalu saja tinggi hati; seperti batu karang meninggi di
tepi pantai,…(hal.65)
§
Dia tiada hendak memperlihatkan perasaan
di dalam hatinya, yang seolah-olah pohon meranggas.
§
…kerusuhan jiwanya, seolah-olah mengalir
ke roda mobil,…
§ Semuanya tertawa, Cuma Tini diam saja, seolah-olah kukunya sangatmenarik perhatiannya.
(hal.42)
§
Karena bersua dengan dirimu, dengan buah
mimpimu,…
1.
Ironi
§
Senang juga hatinya melihat Aminah
terkena panah sindirannya.
§
“Mengapa?” Tanya Mardani.
“Bukan tingkahnya hendak menarikmata
laki-laki saja?”
Mardani tersenyum, mersa puteri Kartini
cemburu. Katanya, hendak berolok-olok :
“Ah bukanlah salahnya kalau mata
laki-laki tertarik.
§
“Bukankah biasanya, menerima tamu
banyak-banyak?” kata puteri Aminah berolok-olok. “Bukankah lebih banyak tamu,
lebih senang?” (hal. 42)
§
“Bukan sudah kukatakan dahulu, kalau dia
masih dihinggapi penyakit seni, tentu tiada akan menjadi dokter. Sekarang
penyakitnya itu sudah sembuh.” (hal. 24)
§
“Sejak kapan tuan dokter Sukartono mata
duitan?” (hal. 42)
§
“… Tono, siapa hendak menaruh barang
yang sudah buruk lagi bernoda?” (hal. 48)
§
Puteri Aminah berolok-olok: “Ah, rajin
benar,”… (hal. 52)
§
“Jangan terlalu rajin, Tini, nanti
Kartono marah.” (hal. 52)
§
“Mana perempuan yang baik-baik, suka
berkenalan dengan perempuan seperti engkau?” (hal. 131)
§
“Kami tiada lama lagi, lekas-lekaslah
pulang mengawani Tini.” (hal. 44)
Amanat
:
§
Hendaklah membangun keharmonisan dalam
keluarga agar hubungan kekeluargaan dapat tetap tejaga.
§
Jangan pernah kita melampiaskan
kekesalan, kesedihan dan kekecewaan kita kepada orang lain.
§
Hendaklah apabila dihadapkan pada
masalah justru menghadapinya bukan menghindarinya.
§
Seorang istri seharusnya berbakti dan
mematuhi suaminya.
§
Seorang suami harus menjaga perasaan
istrinya.
§
Sosialisasi dan pekerjaan boleh dianggap
penting, namun keluarga tetap harus dinomorsatukan.
§
Lupakanlah masalalu yang buruk, karena
yang terpenting adalah apa yang ada saat ini.
Sekian dulu ya sobat,semoga sarannya
bisa bermanfaat dunia akhirat.
Amin……
“abk”
0 comments:
Post a Comment