Friday 13 February 2015

Unsur Intrinsik Novel Belenggu

Unsur Intrinsik Novel Belenggu
Karya Armijn Pane


Tema                                      : Percintaan, kritik sosial dan politik
Alur                                        : Alur campuran (alur maju dan mundur)
§  Malam sedap, enak makan angin naik mobil. Kalau ada orang sakit nanti? Istrinya tiada di rumah. (hal.25)
§  Waktu masih menuntut pelajaran di sekolah Geneeskundige Hooge School di Betawi, tiada sedikit kawan-kawan dokter Sukartono yang memastikan, dia tiada akan sampai ke ujian penghabisan. (hal. 23)
Setting                                    :
1.    Tempat                        :
§  Di rumah Sukartono
Seperti biasa, setibanya di rumah lagi, dokter Sukartono terus saja menghampiri meja kecil, di ruang tengah, di bawah tempat telepon. (hal. 15)
§  Di pantai
“Kita sudah sampai di pantai,”katanya. (hal. 31)
§  Bandung
§  Di kamar
Nyonya Eni menuju kamarnya… (hal. 27)
§  Tanjung Priok
Lihatlah perempuan di Koja Tanjung Priok, ketika kita lalu dari sana, lupa sudah akan dirinya. (hal. 51)
§  Dihalaman rumah piatu “Tolong Bangsa”
Dihalaman rumah piatu “Tolong Bangsa” terang benderang oleh lampion beraneka warna,… (hal. 82)
§   Di hotel
Dokter Sukartono diam saja sejurus memandang ke arah hotel itu, dia merasa heran sedikit. (hal. 20)
§  Di Bazaar
Sudah pukul delapan malam. Bazaar sudah dibuka tadi pukul tujuh oleh nyonya Sumarjo dengan pidato yang ringkas dan tepat. (hal. 81)
§  Di gedung Concours
Sesampainya didalam gedungconcours sudah hendak mulai. Baik diluar, maupun didalam penuh sesak dengan penonton. (hal. 116)
§  Di Pasar Gambir
“… pasar Gambir telah dibuka, banyak orang berhias menonton, sama-sama menuju keramaian yang diadakan tiap-tiap tahun itu.” (hal.112)


1.    Waktu                         :
§  Pagi Hari
Yah sudah hampir padanya, sambil menundukkan kepala mengatakan selamat pagidalam bahasa Belanda. (hal. 130)
§  Malam hari
“…di mana-mana saja terasa kosong, sofa tempat berbaring malam itu,…”

1.    Suasana                       :
§  Bahagia
Hatinya senang, kemudian didalam mobil dengan gembira dia mengisap serutunya, sambil di sudut tempat duduk. (hal.19)
§  Romantis
Dipeluk oleh Sukartono tubuh Yah, katanya: “Tetapi sejak ini, angan ada orang lain lagi.” (hal.38)
§  Sedih
Sesuaikah pikirannya dengan Aminah dan lain-lainnya? Ah,peduli apa. Bukan sudah….. tidak, tidak, melawan dalam pikirannya, kami belum berpisah…… kalimat itu berulang-ulang dalam pikirannya, air matanya titik, membasahi bantal……. Lama kelamaan dia tertidur. (hal.89)
§  Marah
Di dalam hati Tini mendidih. (hal.85)
Tokoh dan perwatakan        :
1.    Tokoh utama               :
1. Dokter Sukartono (Tono)
Watak :
§  Penyabar
“Mengapa tidak….” mulai terbit marah Sukartono, tetapi dapat juga ditahannya,… (hal.18)
§  Baik
… dia disegani lagi disukai orang.
Kata orang : “Dia tiada mata diutan, kalau dia tahu si sakit kurang sanggup membayar, dia lupa mengirim rekening.” (hal.24)
§  Egois
(Tono beranggapan bahwa) Apa lagi hak perempuan, lain dari memberi hati pada laki-laki? (hal.17)
§  Penyayang
Dibelai-belai Sukartono kepala Yah…

2. Sumartini (Tini)
Watak :
§  Wanita modern
§  Pemarah
…,sebab Tini marah-marah saja, karena kesalahan yang kecil-kecil sekalipun, bahkan kerap kali tiada salahnya sama sekali.
§  Garang
Sangkamu engkau yang menang, Tini si Garang itu engkau tundukan.
3. Nyonya Eni/Siti Rohayah (Yah)
Watak :
§  Penyayang dan perhatian
“Dokter, tiadakah panas hari ini? Bolehkah saya tanggalkna baju tuan dokter?” Dia tiada menunggu jawaban tuan dokter Sikartono, dengan segera ditanggalkannya. Sesudah disangkutkannya baju itu dia kembali, lalu berlutut dihadapan Sukartono, terus ditanggalkannya sepatunya, dipasangkannya sandal yang diambilnya dari bawah kerosi Sukartono. (hal. 33)

1.    Tokoh pendukung       :  Abdul, Aminah, Darusman , Hartono, Husin, Karno, Kartini,
Mangunsucipto,  Mardani, Marlinah,    Nyonya Rusdio,    Nyonya Sumarjo, Nyonya Padma, Tuan Abdul Kahar,
Tuan Sumardi.

Bahasa                                    :
Majas-majas pada Novel Belenggu Karya Armijn Pane
1.    Hiperbola
§  Menyala-nyala dalam hatinya, hendak terhambur kata marah dari mulutnya…(hal.19)
§  Yah, hendak memandang dalam matanya, yang beriak-riak.
§  Tiba-tiba Yah berdiri, kedua belah tangannya berjalin pada dadanya…
§  “Didalam kamar sudah tiada tahan lagi, serasa sempit, meskipun kamarnya itu masuk kamar yang terbesar dalam hotel itu.”(hal.26)
§  “Air mata yang membendung hatiku telah mengalir…… tidakah engkau ingat Rohayah?”(hal.48)
§  “Tertimbun oleh ingatan akan gadis-gadis yang ribuan banyaknya.”(hal.48)
§  “Kedua belah tangannya memegang stir mobilnya dengan keras, badannya membungkuk, mobil melancar, kerusuhan jiwanya seolah-olah mengalir ke roda mobil, memutar roda biar cepat secepatnya.”(hal.73)
§  …seolah-olah hendak mengipaskan pikiran ke zaman dahulu lalu katanya lagu suara yang biasa…(hal.36)
§  Hendak menangis air mata tiada hendak bercucuran. (hal.64)
§  “Kalau dicobanya menduga lebih dalam, jalan pikirannya tertumbuk, seperti cintanya tertumbuk batu karang, pada besi…… pada lapisan es yang terlingkup pada hati jiwa Tini.”(hal.66)

1.    Metafora
§  Perempuan tambu, tegap sikapnya, di kepalanya seolah-olah kembang melati putih…(hal.16)
§  Sukartono bediri, lalu menghampiri pasiennya, yang masih duduk berpangku tangan, seolah-olah batang kayu yang sudah meranggas.
§  …sambil memanah hatinya sendiri.
§  Ingatannya melayang lagi ke rumah yang baru dikunjungi.
§  “Tono, engkau bimbang. Zaman dahulu hendak kau ketahui juga. Tono, tidak semua zaman dahulu merusuhkan hati, tidak semua tiada baik diingat, tapi ada jua yang seolah-olah bintang pagi bersinar-sinar dalam hati.”(hal.47)
§  “…. Karena teringat akan zaman dahulu teringat akan kasih sayang lama, ibarat tertampung oleh tangan ingatan zaman dahulu itu.”(hal.51)
§  “Persahabatan kita tiada sempat berputik, menjadi bunga, berkembangkankasih sayang.”(hal.51)
§  Kartono melihat sikap Tini menggerendeng pula, seolah-olah harimau tertangkap, maka hatinya makin tenang.(hal.59)
§  Bukan, aku tiada berubah, engkau yang tiada pernah mengenal aku.”Memang Tini susah diduga. Licin sebagai belut.”(hal.60)
§  Terdengar kepada Tono lagu pembuka, bagai air meriak, membuka simpulan dalam pikirannya, tiba-tiba terdengar suara.(hal.75)

1.    Personifikasi
§  Waktu dia mengenakan bajunya, hatinya terkejut mendengar pintu kamar tidur menderam tertutup.
§  Matanya tetap melihat pada satu mata saja, karena perhatiannya seolah-olah meraba-raba dalam pikirannya. (hal.18)
§  Tiada tampak oleh Sukartono cahaya tanda girang yang mengerlip dalam mata perempuan itu. (hal.20)
§  “Eh sebagai barang simpanan, berbedak dan berpakaian bersih-bersih, sekali setahun dijemur di luar…”
§  …, bagai sinar matahai bermain-main di daun pohon yang rindang.
§  Selalu saja tinggi hati; seperti batu karang meninggi di tepi pantai,…(hal.65)
§  Dia tiada hendak memperlihatkan perasaan di dalam hatinya, yang seolah-olah pohon meranggas.
§  …kerusuhan jiwanya, seolah-olah mengalir ke roda mobil,…
§  Semuanya tertawa, Cuma Tini diam saja, seolah-olah kukunya sangatmenarik perhatiannya. (hal.42)
§  Karena bersua dengan dirimu, dengan buah mimpimu,…

1.    Ironi
§  Senang juga hatinya melihat Aminah terkena panah sindirannya.
§  “Mengapa?” Tanya Mardani.
“Bukan tingkahnya hendak menarikmata laki-laki saja?”
Mardani tersenyum, mersa puteri Kartini cemburu. Katanya, hendak berolok-olok :
“Ah bukanlah salahnya kalau mata laki-laki tertarik.
§  “Bukankah biasanya, menerima tamu banyak-banyak?” kata puteri Aminah berolok-olok. “Bukankah lebih banyak tamu, lebih senang?” (hal. 42)
§  “Bukan sudah kukatakan dahulu, kalau dia masih dihinggapi penyakit seni, tentu tiada  akan menjadi dokter. Sekarang penyakitnya itu sudah sembuh.” (hal. 24)
§  “Sejak kapan tuan dokter Sukartono mata duitan?” (hal. 42)
§  “… Tono, siapa hendak menaruh barang yang sudah buruk lagi bernoda?” (hal.  48)
§  Puteri Aminah berolok-olok: “Ah, rajin benar,”… (hal. 52)
§  “Jangan terlalu rajin, Tini, nanti Kartono marah.” (hal. 52)
§  “Mana perempuan yang baik-baik, suka berkenalan dengan perempuan seperti engkau?” (hal. 131)
§  “Kami tiada lama lagi, lekas-lekaslah pulang mengawani Tini.” (hal. 44)

Amanat                                   :
§  Hendaklah membangun keharmonisan dalam keluarga agar hubungan kekeluargaan dapat tetap tejaga.
§  Jangan pernah kita melampiaskan kekesalan, kesedihan dan kekecewaan kita kepada orang lain.
§  Hendaklah apabila dihadapkan pada masalah justru menghadapinya bukan menghindarinya.
§  Seorang istri seharusnya berbakti dan mematuhi suaminya.
§  Seorang suami harus menjaga perasaan istrinya.
§  Sosialisasi dan pekerjaan boleh dianggap penting, namun keluarga tetap harus dinomorsatukan.
§  Lupakanlah masalalu yang buruk, karena yang terpenting adalah apa yang ada saat ini.


Sekian dulu ya sobat,semoga sarannya bisa bermanfaat dunia akhirat.

Amin……
abk

0 comments:

Post a Comment

 

Contact our Support

Email us: ababilbintang123@gmail.com